TAHAP-TAHAP KONSELING SECARA UMUM DAN MOTIF YANG MEMBAHAYAKAN DALAM DIRI KONSELOR

LOGO

TAHAP-TAHAP KONSELING SECARA UMUM DAN MOTIF YANG MEMBAHAYAKAN DALAM DIRI KONSELOR

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ketrampilan Dasar Konseling

Dosen Pengampu:

 

 

Oleh

Zaimmatun Nafi’ah               (1301412001)

Bekti Sri Mulyani                  (1301412014)

Sus kurniawan                       (1301412100)

Yurika fridiana                      (1301412122)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

 

 

 A.    TAHAP-TAHAP PROSES KONSELING

Sebelum membahas apa itu konseling, maka perlu dipahami apa konseling itu sendiri.  Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu yaitu adanya interaksi antar konselor dan konseli dalam suatu kondisi yang membuat konseli terbantu dalam mencapai perubahan dan belajar membuat keputusan sendiri  serta bertanggung jawab atas  keputusan yang diambil. Pada dasarnya konsling merupakan hubungan yang sifatnya terapeutis. Proses ini menekankan pada pengembangan hubungan terapeutis dengan konseli dan mengembangkan tindakan strategis yang efektif untuk memfasilitasi terjadinya perubahan. Untuk memfasilitasi terjadinya perubahan maka perlu yang namanya tahap-tahap sitematis.  Secara umum tahap-tahap Konseling memiliki empat tahap menurut Brmmer, Abrego dan Shostrom (1993) dalam Sugiharto (2007 :23) tahap-tahap dalam proses konseling sebagai berikut :

  1. Membangun Hubungan. Tujuan dalam tahap membangun hubungan ini adalah supaya konseli dapat menjelaskan masalah yang dihadapinya, keprihatinan yang dimiliki, kesusahan-kesusahannya serta alasanya kenapa konseli itu datang kepada konselor. Sangat penting dan perlu membangun hubungan yang positif, berlandaskan rasa percaya, keterbukaan dan kejujuran berekpresi. Konselor harus menunjukkan bahwa diriny dapat dipercaya dan kompeten, bahwa ia adalah seorang yang kompeten dalam membantu konselinya.  Sasaran selanjutnya adalah untuk menenytukkan sampai sejauh man konseli mengenali kebutuhannya untuk mendapatkan bantuan dan kesediaanya melakukan komitmen. Konseling tak akan ada hasilnya tanpa ada kesediaannya melakukan komitmen dari konseli.
  2. Identifikasi dan Penilaian masalah. Dalam tahap ini konselor dan konseli membicarakan dan mendiskusikan apa yang mereka ingin dapatkan dari proses konseling ini,  terutama bila pengungkapan konseli tentang masalahnya dilakukan secara samar-samar . Didiskusikan  sasaran-sasaran spesifik dan tingkah laku apa yang ingin diubah. Intinya dalam hal konselor melakukan eksplorasi dan melakukan diagnosis apa masalah dan hasil seperti apa yang diharapkan dari konseling.
  3. Memfasilitasi Perubahan Terapeutis. Dalam tahap ini konselor mencari strategis dan intervensi yang dapat memudahkan terjadinya perubahan. Sasaran dan strategi terutama ditentukan oleh sifat maslah, gaya dan pendekatan konseling yang konselor anut, keinginan klien  maupun gaya komunikasinnya. Konselor dalam tahap ini memikirkan alternatif , rencana tindakan. Hal ini tentunya bekerjasama dengan konseli . Jadi konselor bukan tempat pembuat alternatif , pembuat keputusan namun lebih kepada memfasilitasi, memberikan wacana-wacana baru bagi pemecahan masalah konselinnya.
  4. Evaluasi dan Terminasi. Dalam tahap ini konselor bersama  konselinya mengevaluasi terhadap hasil konseling yang telah dilakukan. Indikatornya adlah sampai sejauh mana sasaran tercapai, apakah proses konseling membantu konseli atau tidak. Tahap ini ditutup dengan terminasi. Dalam terminasi konselor bersama konseli menyimpulkan semua kegiatan yang sudah dilalui dalam proses konseling. Sellain itu konselor dapat membuat kemungkinan tindak lanjut terjadinnya proses konseling kembali ataupun memberikan kemungkinan referal pada pihak lain yang lebih ahli yang berkaitan dengan masalah konseli.

Adapun Tahap-tahap konseling menurut Arlow  dalam Latipun (2002 : 86) adalah ada 4 Juga, pada intinnya sama. Arlow adalah seorang penganut psikoanalisis mengemukakan bahwa konseling dilaksanakan 4 tahap, yaitu tahap pembukaan, pengembangan transferensi, bekerja melalui transferensi, dan pemecahan transferensi.

  1. Tahap Pembukaan. Tahap Pembukaan ini terjadi pada permulaan interview hingga masalah konseli ditetapkan. Terdapat dua bagian pada tahap ini, yaitu, (1) disepakati tentang struktur situasi analisi yang menyangkut tanggung jawab konselor dan konselin, (2) bagian kedua dimulai dengan konseli menyimpulkan posisinya , sementara konselor terus mempelajari  dan memahami dinamika konflik-konflik ketidaksadaran yang dialami konseli. Pada tahap ini konseli menyatakan tentang tentang dirinya dan konselor mengamati dan merekam untuk referensi tahap berikutnya.
  2. Pengembangan Transferensi. Perkembangan dan analisis transferensi merupakan inti dalam psikoanalissi. Pada fase ini perasaan konseli mulai ditujukam kepada konselor, yang dianggap sebagai orang yang telah menguasainya dimasa lalunya (significant figure person). Pada tahap ini konselor harus menjaga jangan sampai terjadi kontratransferensi , yaitu tranferensi balik yang dilakukan konselor kepada konseli karena konselor memmiliki perasaan-perasaan yang tidak terpecahkan. Kontratransferensi ini jangan sampai mengganggu hubungan konseling dan bercampur dengan analisis transferensi konseli.
  3. Bekerja Melalui Tranferensi. Tahap ini mencakup mendalami pemecahan dan pengertian konseli sebagai orang yang terus melakukan transferensi. Tahap ini dapat tumpang tindih dengan tahap sebeumnya, hanya saja transferensi terus berlangsung, dan konselor berusaha memahami tentang dinamika kepribadian konselinnya.
  4. Resolusi Transferensi. Tujuan pada tahap ini adalah memecahkan perilaku neurotik konseli yangditunjukkan kepada konselor sepanjang hubungan konseling. Konselor juga mulai menegmbangkan hubungan yang dapat meningkatkan kemandirian pada konseli dan menghindari adanya ketergantungan konseli kepada konselornya. Jika konseli dan konselornya berkeyakinan bahwa transferensi bekerja terus, konseling dapat diakhiri untuk menghindari konseli melwan konselor. Jika hubungan konseling tidak diakhiri maka konselor dapat mengikuti transferensi untuk mengembangkan secara objektif sehingga tercapai otonom konseli.

 

 

C. Motif-Motif Yang Dapat Membahayakan Konselor

Beberapa situasi , konselor dapat mengalami suatu kesulitan/ bahya karena adanya kesenjangan antara bagaimana seharusnya ia menjadi konselor dengan apa yang senyatannya ia alami. Menurut Yeo (2003, 104: 107) dalam Sugiharto (2007: 51). Berikut ini kesenjangan berkaitan relasi dengan konseli yang dialami konselor :

  1. Membuka diri. Sebagian konseli mengharapkan konselor mau menceritakan informasi-informasi pribadi tentang diri konsellor sendiri dan berusaha mendapatkan kesenjangan dalam relasi. Tentu saja tidak ada salahnya konselor menceritakan sejumlah informasi tentang dirinya kepada konseli, misalnya apa kualifikasi gelar konselor, riwayat pendidikan, keluarga, dsb. Namun meski demikian, tidak wajar dan tidak perlu bahwa konselor terlalu membuka kehidupan pribadinnya, masalah-maslahnya, pengalaman masa lampau dan keluargannya. Dengan arti ini, konseling tidak lagi menjadi relasi sejajar. Hal ini dikarenakan relasi sejajar. Hal ini dikarenakan relasi konseling bukan masalah buka-bukaan antara konselor-konseli, tetapi lebih dimaksudkan untuk menolong konseli menghadapi masalah-masalahnya.
  2. Perasaan-perasaan konselor terhadap konseli. Bagaimana seandainya konselor marah terhadap konseli. Para konselor dingatkan untuk menerima, memahami, dan bersikap sabar dalam menghadapi konselinnya. Sejumlah konseli bisa saja menjengkelkan, kasar, dan buruk. Apa yang harus dilakukan konselor apabila ada dalam situasi seperti ini? Yang pertama dilakukan oleh konselor adlah mengakui bahwa dirinnya bukan malaikat. Konselor adalah manusia biasa yang dapat terpengaruhi oleh konseli dan kadang-kadang tidak suka pada mereka. Yang kedua konselor dapat membicarakannya dengan sejawat, mendiskusikan bersama cdengan  mereka.
  3. Daya Tarik Seksual. Konseling mencakup situasi-situasi yang melibatkan perasaan-perasaan antara dua orang atau lebih. Konselor menjadi lebih rentan dalam situasi tatap muka dengan satu orang. Tidak dapat dihindari bahwa para konselor mengalami daya tarik seksual konseli. Hal penting adalah konselor dapat membuat batasan-batasan yang jelas pada awal sesi konseling  (misalnya dengan menggunakan teknik strukturing). Selain itu konselor dapat mengusahakan tindakan-tindakan pencegahan dengan tidak menutup-nutupi kenyataan ini dari rekan-rkan sejawat atau konselor yang lebih senior. Konselor  perlu mengambil sikap tegas dan tidak kompromi dengan situasi-situasi semacam ini.

Menurut Yeo (2003, 110:113) dalam Sugiharto (2007 : 53) mengemukakan beberapa sikap yang bisa konselor lakukan berkaitan dengan sikap/ perilaku “ menantang” konseli.

  1. Konseli tidak bersikap defensif. Konselor mencoba untuk memahami bahwa konseli sedang cemas dan tidak pasti. Kemungkinan sikap “menantang” klien akan muncul. Terkadang klien mengatakan sesuatu yang mungkin konselor merasakan bahwa itu merendahkan diri konselor. Misalnya dengan mengatakan” bagaimana saya tahu apakah anda (konselor) mampu menolong saya?”.
  2. Konselor tidak menganggap dirinya sendiri. Konselor tidak perlu mengangap rendah dirinya sendiri. Adalah wajar bahwa  seorang profesional juga memiliki kekurangan pada dirinya. Namun yang paling penting adalah ada usaha untuk selalu mencoba lebih baik dengan sebelumnya.
  3. Sikap menghadapi berbagai pertanyaan dari klien. Adapun pertanyaan dari klien, konselor mencoba untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan tersebut. Konselor tidak boleh menghindar atau menyensornya. Apabila konselor tidak bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat intim, konselor bisa menjawab secara ringkas dan mengarahkan klien untuk terpusat pada dirinya sendiri.
  4. Memberi kesempatan klien untuk mencoba. Jika klien ragu-ragu terhadap konseling. Baik apabila memberikan kesempatan untuk mencoba. Konselor dapat mengatakan pada klien bahwa wajar apabila mereka ragu-ragu dan mungkin menganggap hasil konseling tidak sesuai dengan keinginan mereka. Namun tidak ada salahnya bila konselor memahamkan klien untuk mencoba hasil dari konseling. Hal ini penting karena mengingat konseling merupakan suatu proses yang membutuhkan tahap tertentu dalam penyelesaian suatu masalah, dan tentunya dalam proses konseling telah dibicarakan kelemahan kelebihan dari masing-masing alternatif pemecahan masalah.

DAFTAR PUSTAKA

 

Latipun. 2002. Psikologi Konseling. Malang : UMM PRESS

Sugiharto, DYP dan Mulawarman. 2007.    Psikologi Konseling. Semarang: UNNES

 

PERBANDINGAN NASEHAT, KONSELING DAN PSIKOTERAPI

Image

 

A. Nasihat

Nasehat yaitu pemberitahuan dan kepada klien apa yang sebaiknya dilakukan oleh klien, menghakimi perilakunya di masa lalu dan saat ini (sekarang). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasehat berarti ajaran atau pelajaran yang berupa anjuran (petunjuk, peringatan, serta teguran) yang baik. Menasihati merupakan pememberian nasihat dari seseorang kepada orang lain. Penasihat dapat diartikan orang yang memberikan nasihat dan saran atau orang yg menasihati. Nasihat di dalam konseling berupa pemberian fakta-fakta, sehingga klien dapat membuat keputusan, membuat klien bertanya dan mendiskusikan masalah pribadinya.

 B. Konseling

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dimana mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).

Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau orang perorangan, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan suatu proses interaksi antara pihak yang membutuhkan bantuan (disebut dengan konseli/klien) dengan pihak yang mendapat keterampilan khusus untuk memberikan bantuan (disebut konselor/helper) melalui wawancara secara face to face oleh seorang ahli (konselor) kepada individu (klien) yang sedang mengalami sesuatu masalah atau hambatan dalam perkembangannya dengan tujuan agar individu tersebut dapat mencapai perkembangan secara optimal. Memberikan fakta-fakta sehingga klien dapat membuat keputusan, membuat klien bertanya dan mendiskusikan masalah pribadinya  dalam suatu hubungan yang formal dan professional. 

Konseling pada umumnya menangani orang normal, Konseling lebih edukatif, suportif, berorientasi sadar dan berjangka pendek, Konseling lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret.

Menurut buku karangan Sofyan Wills, tujuan dari konseling yaitu:

  • Menangkap isu sentral atau pesan utama klien. Konselor harus mampu menangkap isu utama yang menjadi masalah penting klien.
  • Utamakan tujuan klien. Tanggung jawab utama konselor mendorong klien mengembangkan potensi kekuatan, kemampuan klien mengarahkan nasibnya sendiri, dengan kata lain tujuan klien adalah tujuan konselor itu sendiri.

Diharapkan setelah menjalani konseling, klien dapat:

1. Effective daily living.

Setelah selesai proses konseling klien harus dapat menjalani kehidupan sehari-hari secara efektif.

2. Relationship with other.

Klien mampu menjalani hubungan dengan orang lain di lingkungan keluarga, sekolah atau kantor.

Dalam bukunya Jannete Murad, Gladding mengatakan bahwa konseling terkait dengan:

  • Keprihatinan pada kesejahteraan, pertumnbuhan pribadi karier dan juga patologi. Dengan perkataan lain berkaitan dengan bidang yang melibatkan hubungan antara manusia.
  • Untuk orang-orang yang dianggap masih berfungsi mormal.
  • Berdasar teori dan berlangsung secara terstruktur.
  • Suatu proses dimana klien belajar bagaimana membuat keputusan dan memformulasikan cara baru untuk bertingkah laku.

 

 C. Psikoterapi

Psikoterapi yaitu proses yang difokuskan untuk membantu seseorang (individu)  menyembuhkan dan konstruktif belajar lebih banyak bagaimana cara untuk menangani masalah atau isu-isu dalam kehidupan seseorang. Hal ini dapat menjadi proses yang mendukung ketika akan melalui suatu periode yang sulit atau stres meningkat, seperti memulai karier baru atau akan mengalami perceraian. Psikoterapi merupakan suatu upaya untuk menangani orang yang mengalami ganguan psikologis. Psikoterapi lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi tak sadar, dan berjangka panjang. Psikoterapi sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah dan selalu mengalami perkembangan secara terus menerus.

Menurut Gladding hal-hal yang terkait dengan psikoterapi, yaitu:

  • Berhubungan dengan masalah gangguan jiwa yang serius.
  • Lebih menekankan pada masa lalu dari pada yang terjadi sekarang.
  • Lebih menekankan pada insight dari pada perubahan.
  • Terapis menyembunyikan dan tidak memberikan nilai-nilai dan perasaan.
  • Hubungan jangka panjang (20-40 sesi)

 D. Perbandingan antara nasihat, konseling dan psikoterapi.

Nasihat

  • Pemberitahuan dan saran kepada klien apa yang sebaiknya dilakukan oleh klien, menghakimi perilakunya di masa lalu dan saat ini (sekarang).
  • Berupa pemberian fakta-fakta, sehingga klien dapat membuat keputusan, membuat klien bertanya dan mendiskusikan masalah pribadinya.
  • Penasehat lebih aktif dalam memberikan intervensi.
  • Bersifat preventive dan represif.
  • Fokus pada perubahan sikap.
  • Tempat bisa di rumah, disekolah, di tempat kerja dan lain-lain.

 

Konseling

  • Memberikan fakta-fakta sehingga klien dapat membuat keputusan, membuat klien bertanya dan mendiskusikan masalah pribadinya.
  • Suatu proses interaksi antara professional dan kliennya.
  • Dalam konseling konselor lebih aktif dalam memberikan intervensi.
  • Konseling lebih sebagai pemecahan masalah yang disediakan oleh konselor.
  • Konseling pada umumnya menangani orang normal, Konseling lebih edukatif, suportif, berorientasi sadar dan berjangka pendek, Konseling lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret.
  • Konseling ditandai oleh adanya terminology seperti : “educational, vocational, supportive, situational, problem solving, conscious awareness, normal, present-time dan short term”.
  • Kurang insentif.
  • Bersifat represif
  • Fokus pada edukasi, vocational, perkembangan.
  • Tempat (settingnya) di sekolah, industry, social work.
  • Jumlah intervensi kurang.
  • Supportive
  • Penekanan normal / masalah ringan.
  • Waktu lebih pendek.

 

Psikoterapi

  • Lebih pasif dalam memberikan intervensi karena lebih banyak mendengarkan.
  • Psikoterapi ditandai oleh : “supportive (dalam keadaan krisis), reconstructive, depth emphasis, analytical, focus on the past, neurotics and orther severe emotional problems and longterm.
  • psikoterapi lebih sebagai proses koreksi pengalaman emosi.
  • Lebih intensif.
  • Bersifat kuratif / reapatif.
  • Focus remedial.
  • Tempat (setting) di rumasakit, klinik, praktek pribadi.
  • Jumlah intervensi banyak.
  • Reconstructive.
  • Penekanannya disfungsi / masalah berat.
  • Waktunya lebih panjang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Wills, Sofyan. 2007.  Konseling & Indifidual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta

Lesmana, J. Murad. 2006. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI Press.

http://ainiainiai.blogspot.com/2012/03/perbedaan-konseling-dan-psikoterapi.html

http://catatannyandukfaiq.blogspot.com/2009/05/perbedaan-persamaan-konseling-dan.html

PETA KOGNITIF KETRAMILAN DASAR KONSELING TEKNIK SUMMARY

TEKNIK SUMMARY

NO

SUB BAHASAN

TEKNIK SUMMARY

  1. 1.       
Pengertian Teknik summary adalah teknik yang digunakan konselor untuk menyimpulkan atau ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan klien pada proses komunikasi konseling.
  1. 2.       
Tujuan
  1. Membantu klien dan konselor menyatukan berbagai unsur-unsur dalam pesan klien.
  2. Mengidentifikasi tema-tema umum, yang baru jelas setelah beberapa pesan dikemukakan atau setelah beberapa kali proses konseling.
  3. Mengklasifikasi & memfokuskan ide-ide yang bertebaran
  4. Untuk mengarahkan pembicaraan klien.
  5. Membantu mengakhiri proses wawancara konseling
  6. Mencegah langkah yang terburu-buru dalam suatu sesi konseling.
  7. Mereview kemajuan yang diperoeh selama satu ata beberapa kali wawancara.
  8. Memberi keyakinan kepada klien bahwa konselor meresapi pesan klien.
Jenis-jenis Summary
  • Summary bagian : kesimpulan yang dibuat setiap saat dari percakapan klien dan konselor yang dipandang penting.
  • Summary Akhir : kesimpulan yang dibut pada akhir komunikasi konseling sebagai kesimpulan keseluruhan bacaan
  1. 4.       
Modalita Summary Bagian :

  • Sementara ini…
  • Sampai saat ini…
  • Sejauh ini…
  • Selama ini…, dsb.

Summary Akhir :

  • Sebagai kesimpulan akhir…
  • Sebagai puncak- pembicaraan…
  • Sebagai penutup pembicaraan kita…
  •  Dari awal hingga akhir pembicaraan kita…
  • Jadi, pada akhirnya …
  • Setalah diskusi panjang akhirnya …, dsb.
  1. 5.       
Contoh Summary Bagian:

  • Konseli: “bu saya ini sering merasa cemas kalau akan ulangan atau tes. Dan kecemasan saya yang terlalu berlebihan ini terkadang membuat saya sering panik dan tidak bisa berkonsentrasi, sehingga hasil ulangan dan tes saya kurang maksimal”.
  • Konselor: “sementara ini, dari pembicaraan kita dapat saya  simpulkan bahwa kita telah membahas masalah yang anda hadapi, yaitu masalah kecemasan dan hasil belajar anda yang kurang maksimal. Sekarang marilah kita cari cara-cara yang dapat membantu Anda mengatasi masalah tersebut”.

 

Summary Akhir:

  • Klien  : “bu saya itu susah bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman-teman saya, terkadang saya merasa minder bu kalau mau gabung dengan mereka. Hal ini membuat saya merasa tidak nyaman berada di sekolah dan menjadi beban buat saya bu.
  • Konselor : “sebagai kesimpulan akhir dari pembicaraan kita tadi,  dapat ibu kemukakan bahwa anda mempunyai kesulitan dalam bersosialisasi dengan teman anda”.

 

PETA KOGNITIF KETRAMPILAN DASAR KONSELING TEKNIK STRUKTURING

TEKNIK STRUKTURING 

NO

SUB BAHASAN

TEKNIK STRUKTURING (PEMBATASAN)

  1. 1    
Pengertian Strukturing atau pembatasan adalah teknik yang digunakan konselor untuk memberikan batasan-batasan/ pembatasan agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam konseling.
  1.  
Tujuan
  1. Agar terjalin persamaan pandangan yang sama antara konselor dan klien.
  2. Dapat menurunkan atau mengurangi dampak kesalahan pengertian.
  3. Agar proses konseling berjalan sesuai tujuan yang ingin di capai.
  4. Konseli memperoleh orientasi yang tepat terkait konseling yang sedang ia jalani
  5. Diperoleh kesamaan persepsi dan harapan yang realistik dalam konseling
  6. Diperoleh kepastian bersama apakah konseli mau melanjutkan atau menghentikan proses konseling
  7. Terbangun kesepakatan mengenai pola interaksi, tindakan, waktu, capaian, jaminan, dan konsekuensi layanan.
  8. 3.       
 1. 3 Prinsip-prinsip       Dilakukan pada sesi awal pertemuan.

Diberikan bila keadaannya membutuhkan .

  1. 4.       
Jenis-jenis strukturing 1. Time limit : Menyepakati lama pertemuan, time limit dibedakan menjadi dua, yaitu:

  •  Time limit dari klien
  •  Time limit dari konselor

2.      Role limit (pembatasan peran):
Menjelaskan peran konselor yang pokok agar tidak salah persepsoi mengenai tugas dan tanggung jawab konselor

3.      Problem limit (pembatasan masalah):
Menyebutkan permasalahan-permasalahan yang di alami konseli dan mempersilahkan konseli untuk memilih masalah mana yang kiranya mendesak untuk dibahas terlebih dahulu.

4.      Action limit (pembatasan tindakan):
Meminta konseli untuk mengendalikan tindakannya agar tidak mengarah pada perusakan.

  1. 5.       
Modalita 1        Time limit :

  • Time limit dari klien : kalau demikin marilah kita manfaat waktu yang ada dengan sebaik-baiknya.
  • Time limit dari konselor : perlu anda ketahui nanti….

2        Role limit (pembatasan peran):

  • Perlu anda ketahui bahwa…
  • Menurut pemahaman saya tentang konseling bahwa di dalam konseling harus….

3        Problem limit (pembatasan masalah):

Dalam masalah yang anda kemukakan tadi setidaknya ada… masalah, mana masalah yang mendesak untuk di selesaikan?

4        Action limit (pembatasan tindakan):

Tenang-tenang anda boleh mengungkapkan semua masalah yang anda alami di sini tapi satu hal yang tidak boleh anda lakukan di sini yaitu….

  1. 5.       
Contoh penerapan 1)      Time limit :

–          Time limit dari klien

  • Konseli : “ada suatu hal yang ingin saya bicarakan dengan bapak. Namun saya hanya bisa menemui bapak sampai jam 09.30 krena nanti jam 09.30 saya ada ulangan matematika”.
  • Konselor : “baiklah kalau demikian, marilah kita manfaatkan waktu selama 30 menit ini dengan sebaik-baiknya”.

–          Time limit dari konselor :

  • Konseli : “saya ingin sekali bisa mengatasi masalah kecemasan saya, karena itulah saya kemari untuk membicarakannya dengan ibu”.
  • Konselor : “bagus mbak rifka mau membahas masalah mbak rifka dengan saya, namun perlu mbak rifka ketahui bahwa nanti jam 10.30 ibu harus memberikan layanan bimbingan klasikal di kelas mbak rifka dan kita hanya mempunyai waktu 25 menit. Oleh karena itu mari kita manfaatkan waktu selama 25 menit ini dengan sebaik-baiknya”.

2)      Role limit (pembatasan peran):

  • Konseli : “bu saya memiliki masalah dengan pacar saya bu, maka dari itu saya datang kemari untuk meminta nasehat dari ibu, untuk menyelesaikan masalah yang saya hadapi”.
  • Konselor : “anda meminta saran saya? perlu anda ketahui bahwa saya tidak dapat memberikan nasihat seperti apa yang anda minta, tetapi mari kita bicarakan bersama masalah anda, kemudian  kita cari jalan keluarnya bersama”.

3)      Problem limit (pembatasan masalah):

  • Konseli : “ saya belum bisa membagi waktu belajar dengan baik bu, sehingga tugas saya keteteran dan nilai saya menjadi tidak maksimal bu. Karena itu orangtua saya sering memarahi saya”.
  • Konselor : “Dalam masalah yang anda kemukakan tadi setidaknya ada empat masalah, yang pertama yaitu masalah manajement waktu anda yang buruk, yang kedua yaitu tugas-tugas anda yang keteteran, yang ketiga yaitu maslah dengan hasil belajar anda dan yang keempat yaitu masalah anda dengan orangtua anda. Berdasarkan masalah tersebut masalah manakah yang menurut anda mendesak untuk di selesaikan?”.

4)      Action limit (pembatasan tindakan):

  • Konseli : “saya tidak habis pikir dengan orangtua saya bu. Kenapa mereka tega ingin menjodohkan saya dengan orang lain padahal saya sudah mempunyai pilihan sendiri bu (sambil menggebrak-ngebrak meja)”.
  • Konselor : “tenang-tenang anda boleh mengungkapkan semua masalah yang anda alami di sini tapi satu hal yang tidak boleh anda lakukan di sini yaitu menggebrak-ngebrak meja di ruangan ini.

 

 

 

GANGGUAN IDENTITAS

G IDENTITAS

Gangguan Identitas

Gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria atau wanita, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya (Nevid, 2002). Identitas jenis kelamin adalah keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam diri seseorang sebagai laki-laki atau wanita (Kaplan, 2002). Fausiah (2003) berkata, identitas gender adalah keadaan psikologis yang merefleksikan perasaan daam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki dan perempuan.

Identitas jenis kelamin (gender identity): keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense). Didasarkan pada sikap, perilaku, atribut lainnya yang ditentukan secara kultural dan berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas. Peran jenis kelamin (gender role): pola perilaku eksternal yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense) dari identitas kelamin. Peran gender berkaitan dengan pernyataan masyarakat tentang citra maskulin atau feminim.

Konsep tentang normal dan abnormal dipengaruhi oleh factor social budaya, Perilaku seksual akan dianggap normal apabila sesuai dengan nilai serta norma yang berlaku di lingkungan masyarakat sedangkan dianggap abnormal apabila menyimpang dari kebiasaan yang ada di masyarakat.

Gangguan Identitas Gender

Criteria diagnostic gangguan identitas gender: Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap gender lain:

  • Keinginannya untuk menjadi anggota gender lawan jenisnya sangatlah kuat (berkeyakinan bahwa ia memiliki identitas gender lawan jenisnnya).
  • Lebih memilih memakai pakaian yang sesuai dengan stereotip gender lawan jenisnya.
  • Berfantasi menjadi gender lawan jenisnya atau melakukan permainan yang dianggap sebagai permainan gender lawan jenisnya.
  • Mempunyai keinginan berpartisipasi dalam aktivitas permainan yang sesuai dengan stereotip lawan jenisnya.
  • Memiliki keinginan kuat untuk mempunyai teman bermain dari gender lawan jenis (dimana biasanya pada usia anak – anak lebih tertarik untuk mempunyai teman bermain dari gender yang sama). Pada remaja dan orang dewasa dapat diidentifikasikan bahwa mereka berharap menjadi sosok lawan jenisnya, berharap untuk bisa hidup sebagai anggota dari gender lawan jenisnya.
  • Perasaan yang kuat dan menetap, ketidaknyamanan pada gender anatominya sendiri atau tingkah lakunya yang sesuai stereotip gendernya.
  • Tidak terdapat kondisi interseks.
  • Menyebabkan kecemasan yang serius yang akan mempengaruhi pekerjaan atau sosialisasi dan lain sebagainya.
  • Gangguan identitas gender dapat berakhir pada remaja ketika anak – anak mulai dapat menerima identitas gender. Tetapi juga dapat terus berlangsung sampai remaja bahkan hingga dewasa sehingga mungkin menjadi gay atau lesbian.

Awal mula Gangguan Identitas Gender

Gangguan identitas gender bermula dari trauma dari orang tua yang berlawan jenis, pergaulan individu, pengaruh media massa. Gangguan identitas gender ditandai oleh perasaan kegelisahan yang dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin dan peran jenisnya. Gangguan ini biasanya muncul sejak masa kanak-kanaak saat usia dua hingga empat tahun (Green dan Blanchard dalam Fausiah, 2003).

Nevid (2002) mengemukakan bahwa gangguan identitas gender dapat berawal dari masa kanak-kanak dengan disertai distress terus menerus dan intensif, bersikap seperti lawan jenis dan bergaul dengan lawan jenis, serta menolak sifat anatomi mereka dengan adanya anak perempuan yang memaksa buang air kecil sambil berdiri atau anak laki-laki yang menolak testis mereka.

Ciri-ciri klinis dari gangguan identitas gender (Nevid, 2002):

  • Identifikasi yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya: adanya ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lain, preferensi untuk menggunakan pakaian gender lain, adanya fantasi yang terus menerus mengenai menjadi lawan jenis, bermain dengan lawan jenis,
  • Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus menerus, biasa muncul pada anak-anak dimana anak laki-laki mengutarakan bahwa alat genitalnya menjijikkan, menolak permainan laki-laki, sedangkan pada perempuan adanya keinginan untuk tidak menumbuhkan buah dada, memaksa buang air kecil sambil berdiri.
  • Penanganannya sama seperti menangani gangguan seksual.

Faktor – Faktor Penyebab

Saat ini, masih belum terdapat pertanyaan mengenai penyebab munculnya gangguan identitas gender: nature atau nurture? Walaupun terdapat beberapa data tentatif bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh faktor biologis, yaitu hormon, namun data yang tersedia tidak dapat mengatribusikan munculnya transeksualisme hanya kepada hormon (Carroll, 2000). Faktor biologis lain, seperti kelainan kromosom dan struktur otak, juga tidak dapat memberikan penjelasan yang konklusif.

Faktor lain yang dianggap dapat menyebabkan munculnya gangguan identitas seksual adalah faktor sosial dan psikologis. Lingkungan rumah yang memberi reinforcement kepada anak yang melakukan cross-dressing, misalnya, kemungkinan erkontribusi besar terhadap konflik antara anatomi sex anak dan identitas gender yang diperolehnya (Green, 1974, 1997; Zuckerman & Green, 1993). Walaupun demikian, faktor sosial tidak dapat menjelaskan mengapa seorang laki-laki yang dibesarkan sebagai perempuan, bahkan dengan organ seks perempuan, tetap tidak memiliki identitas gender perempuan dan akhirnya memilih untuk hidup sebagai laki-laki.

Teori belajar menekankan tidak adanya figur seorang ayah pada kasus anak laki – laki menyebabkan ia tidak mendapatkan model seorang pria.

Teori psikodinamika dan teori belajar lainnya menjelaskan bahwa orang dengan gangguan identitas gender tidak dipengaruhi tipe sejarah keluarganya. Faktor keluarga mungkin hanya berperan dalam mengkombinasikan dengan kecenderungan biologisnya. Orang yang mengalami gangguan identitas gender sering memperlihatkan gender yang berlawanan dilihat dari pemilihan alat bermainnya dan pakaian pada masa anak – anak. Hormon pernatal yang tidak seimbang juga mempengaruhi. Pikiran tentang maskulin dan feminine dipengaruhi oleh hormone seks fase – fase tertentu dalam perkembangan prenatal.

Gangguan identitas gender – pasien merasa sebagai jenis kelamin yang berlawanan. Seiring dengan perkembangan zaman yang modern, kebebasan demokrasi dan humanright, salah satu jenis dari gangguan abnormal seksual parafilia, yaitu Homoseksual mulai dihapus dari DSM IV TR dan dinyatakan bukan merupakan gangguan abnormal seksual lagi bahkan saat ini di luar negeri sudah melegalkan perkawinan sejenis.

Parafilia merupakan istilah untuk segala sesuatu mengenai kebiasaan-kebiasaan  seksual, gairah seksual, atau kepuasan terhadap perilaku seksual yang tidak lazim dan ekstrim. Parafilia adalah stimulasi seksual atau tindakan yang menyimpang dari kebiasaan seksual normal. Namun bagi beberapa orang, tindakan menyimpang ini penting untuk mendapatkan rangsangan seksual. Individu seperti ini mampu mendapatkan pengalaman dalam kenikmatan seksual, namun mereka tidak memiliki respond terhadap stimulasi yang secara normal dapat menimbulkan gairah seksual. Orang-orang dengan parafilia terbatas pada stimulasi atau tindakan spesifik yang menyimpang.

Parafilia merupakan suatu tindakan bagi sebagian orang untuk melepaskan energy seksual atau frustasi mereka. Biasanya tindakan ini diikuti dengan gairah dan orgasme dan dicapai dengan masturbasi dan fantasi. Gangguan ini kurang dikenali oleh masyarakat dan sering sulit untuk diobati. Hal ini karena orang yang memiliki gangguan ini menyembunyikan masalah mereka disebabkan oleh perasaan rasa bersalah, malu dan sering tidak bekerjasama dengan profesi medis.

parafilia yang dialami oleh seseorang dapat merupakan parafilia dengan kebiasaan mendekati abnormal sampai kebiasaan yang merusak atau menyakiti diri sendiri ataupun diri sendiri dan pasangan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap merusak dan mengancam komunitas yang lebih luas.

Psikopatologis parafilia tidak sama dengan psikologis perilaku normative seksual dan fantasi seksual orang dewasa pada umumnya. Kegiatan konsensual orang dewasa dan hiburan yang mungkin melibatkan beberapa aspek roleplay seksual atau aspek fetishisme seksual tidak selalu dipastikan sebagai kegiatan parafilia.

Gangguan Preferensi Seksual, Termasuk Parafilia Tidak termasuk Problem yang berhubungan dengan orientasi seksual. Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Dengan kata lain ,terdapat deviasi dalam ketertarikan seseorang. Parafilia (paraphilia) diambildari bahasa Yunani yaitu para yang artinya “pada sisi lain”, dan philos artinya “mencintai”. Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan.

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., Greene, Beverly. (2002). Psikologi abnormal jilid dua edisi kelima. Jakarta : Erlangga.

V. Mark Durank & David H. Barlow.2006.Psikologi Abnotmal.Yoryakarta: Pustaka Pelajar

 

 

 

 

MAKALAH PERKELAHIAN KELOMPOK ANTAR REMAJA

Image

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “perkelahian kelompok antar remaja”.

Makalah ini berisi tentang penyebab terjadinya perkelahian kelompok antar remaja, cara penanggulangan perkelahian kelompok antar remaja, dampak dari perkelahian kelompok antar remaja. Penulis mencoba untuk membuat makalah ini dengan sebaik mungkin agar dapat bermanfaat untuk para mahasiswa dan pembaca lainnya pada umumnya untuk bisa dijadikan referensi maupun bahan acuan dalam pembuatan materi yang serupa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah-makalah ini.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini dari awal sampai akhir. Adapun kurang lebihnya kami mohon maaf.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Semarang,  12 Desember 2013

                                                                                    Penulis

                                              DAFTAR ISI

Halaman judul ………………………………………………………………………   i

Abstrak …………………….……………………………………………………………….  ii

Moto dan Persembahan ….…………………………………………………………… iii

Kata pengantar ……………………………………………………………………… iv

Daftar isi ………………………………………………………………………………  v

Bab I Pendahuluan

  1. Latar belakang masalah …………………………………………………  1
  2. Rumusan masalah ………………………………………………………… 2
  3. Tujuan ……………………………………………………………………….. 2
  4. Manfaat …………………………………………………………….…………….. 2

Bab II Pembahasa

  1. Penyebab terjadinya perkelahian kelompok antar remaja ….. 3
  2. Upaya menanggulangi perkelahian kelompok antar remaja … 9
  3. Dampak  dari perkelahian kelompok antar remaja …………….. 11

Bab III Penutup

Kesimpulan …..………………………………………………………………….. 12

          Saran …………….…………………………………………………………………. 12

Daftar Pustaka            ……………………………………………………………. 13

BAB I

PENDAHULUAN

  1. 1 Latar Belakang

Perkelahian kelompok antar remaja adalah suatu bentuk tindakan kekerasan atau agresi yang di lakukan oleh suatu kelompok remaja dengan kelompok remaja yang lain dimana mereka berusaha untuk menyingkirkan pihak lawan dengan menghancurkan atau membuat mereka tidak berdaya. Perkelahian kelompok antar remaja disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian psikis tertentu kemudian mereka melakukan mekanisme kompensatoris guna menuntut perhatian lebih, khususnya untuk mendapatkan pengakuan lebih terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dari masyarakat luas. Biasanya perilaku mereka juga di dorong oleh kompensasi pembalasan terhadap perasaan-perasaan inferior/min-pleks, untuk kemudian di tebus dalam bentuk tingkah laku “melambung dan ngejago” guna mendapatkan perlakuan lebih terhadapnya.

Perkelahian kelompok antar remaja ini merupakan perilaku yang menyimpang dan melanggar norma yang ada dalam masyarakat. Perkelahian kelompok antar remaja ini menimbulkan berbagai dampak negative baik bagi para remaja yang terlibat dalam perkelahian tersebut maupun masyarakat.  Maka dari itu perlu adanya kepedulian dari pihak keluarga, sekolah, maupun masyarakat untuk menanggulangi perkelian kelompok antar remaja.

Didalam makalah ini, penulis mencoba memaparkan penyebab terjadinya perkelahian kelompok antar remaja, menjelaskan cara penanggulangan   perkelahian kelomok antar remaja, dan dampak dari perkelahian kelompok antar remaja.

  1. 2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat di rumuskan beberapa masalah, antara lain:

  1.  Apa penyebab terjadinya perkelahian kelompok antar remaja?
  2. Bagaimana upaya menanggulangi perkelahian kelompok antar remaja?
  3. Apa dampak dari perkelahian kelompok antar remaja?
  1. 4 Tujuan

Setelah membaca makalah ini, penulis mengharapkan kita agar dapat:

  1. Mengetahui penyebab terjadinya perkelahian kelompok antar remaja.
  2. Mengetahui upaya menanggulangi perkelahian kelompok antar remaja.
  3. Mengetahui dampak dari perkelahian kelompok antar remaja.
  1. 5 Manfaat

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang perkelahian kelompok antar remaja serta seluk-beluk perkelahian kelompok antar remaja.

BAB II

PEMBAHASAN

 A.   Penyebab terjadinya perkelahian kelompok antar remaja

Kenakalan remaja dalam bentuk perkelahian kelompok antar remaja saat ini sering terjadi. Banyak anak remaja yang ikut mengambil bagian dalam aksi-aksi perkelahian beramai-ramai antar kelompok atau geng dan antar sekolah. Perkelahian kelompok antar remaja ini merupakan cermin secara mini perilaku masa remaja saat ini disamping mencerminkan peningkatan ambisi dan pelampiasan rekasi frustasi negative, sebab mereka merasa marah, tertekan, dan dihalang-halangi oleh masyarakat dalam memainkan peran social. Biasanya perilaku mereka juga di dorong oleh kompensasi pembalasan terhadap perasaan-perasaan inferior/min-pleks, untuk kemudian di tebus dalam bentuk tingkah laku “melambung dan ngejago” guna mendapatkan perlakuan lebih terhadapnya.

Tingkah laku kriminal yang terjadi pada remaja pada umumnya merupakan kegagalan sistem kontrol diri terhadap implus-implus yang kuat dan dorongan-dorongan instinktif. Dengan adanya implus-implus yang kuat, dorongan primitive serta sentiment-sentimen hebat, kemudian mereka salurkan lewat perbuatan kejahatan, kekerasan dan agresi. Yang mereka anggap memiliki nilai-nilai yang tinggi. Maka dari itu mereka merasa perlu memamerkan energy dan semangat hidup mereka dalam wujud aksi bersama seperti perkelahian antar kelompok atau tawuran.

Adanya perasaan senasib dan sepenanggungan antara para remaja yang kurang kasih sayang dan tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua serta dari luar yang kemudian terasa tersisih dari masyarakat, mereka akan merasa lebih berarti bila berada di tengah kelompoknya. Karena di dalam kelompok tersebut mereka merasa lebih di hargai dari pada di lingkungan keluarga. Kebanyakan dari remaja yang terlibat perkelahian antara kelompok, mereka merasa tidak di hargai di lingkungan keluarganya sendiri tidak menemukan kasih sayang dari orang tua atau saudara, dan tidak menemukan tujuan yang jelas untuk melakukan aksi bersama sehingga mereka menjadi tidak kerasan di rumah dan akan merasa lebih nyaman berada di tengah kelompoknya. Mereka merasa lingkungan keluarga tidak bersahabat bahkan cenderung melarang, mengekang serta menghukum mereka.

Dengan begitu remaja yang merasa bingung, galau, kesepian, sengsara, dan tertekan batinnya karena merasa selalu dihambat dan di haling-halangi keinginannya untuk memainkan peran social dan ditolak oleh masyarakat mereka memilih untuk bergerombol dengan remaja lain yang senasib dengannya, kemudian mereka mencari dukungan moril guna memainkan peran social yang berarti, dan memainkan peran social yang berarti dan melakukan kegiatan yang spektakuler bersama-sama. Karena itulah gerombolan atau kumpulan remaja tersebut senang berkelahi, atau melakukan tawuran antar kelompok supaya lebih nampak dan untuk menonjolkan ego mereka.

Perkelahian antar kelompok tersebut akan memperkuat kesadaran menjadi anggota dari suatu kelompok (sebagai keluarga baru) dan memperteguh semangat kelompok. Walaupun kelompok tersebut sifatnya tidak permanen, tetapi jelas menampilkan perilaku-perilaku yang khas, seperti pencerminan dari suatu dunia sosial anak masa kini yang nyata ada sekarang, yang memiliki sentiment-sentimen kelompok primer yang kuat, ambisi serta materil tertentu.

Dari kelompok tersebut kemudian keluar tekanan yang keras dimana anggota kelompok harus melakukan aksi-aksi bersama. Ketidakpatuhan dan penyimpangan dari tingkah laku akan dihukum keras. Bahkan apabila ada salah

satu anggota kelompok yang melakukan penghiyanatan akan bisa saja di hukum dengan hukuman mati. Namun sebaliknya kesetiakawanan yang tinggi, solodaritas, loyalitas, dan kesediaan untuk berkorban demi nama besar kelompok sendiri akan sangat di hargai oleh anggota kelompok, khususnya oleh ketua kelompok. Terdapat dua factor yang mempengaruhi perkelahian kelompok antar remaja, diantaranya yaitu factor internal dan factor eksternal.

Factor internal berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menghadapi masalah di lingkungan sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku mereka tersebut merupakan bentuk reaksi yang irasional dalam proses belajar, dalam bentuk ketidak mampuan mereka untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Dengan kata lain anak tersebut melakukan pelarian diri yang irasional dengan melakukan hal-hal yang negative seperti perilaku agresi, kekerasan, dan pelanggaran terhadap norma yang diwujudkan dalam bentuk perkelahian kelompok antar remaja.

Factor internal dari kenakalan remaja dalam bentuk perkelahian antar kelompok dipengaruhi oleh adanya:

1. Reaksi frustasi negative

Merupakan cara beradaptasi yang salah terhadap tuntutan zaman modern saat ini. Semua pola kebiasaan dan tingkah laku patologis, sebagai akibat dari pemaksaan konflik-konflik batin sendiri secara bersalah, yang menimbulkan mekanisme responsive yang keliru atau tidak cocok.

Seiring dengan perkembangan globalisasi yang semakin kompleks, banyak remaja yang belum siap dan tidak mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan social yang terjadi. Sehingga mereka mengalami banyak kejutan, frustasi, konflik terbuka baik internal maupun eksternal, ketegangan batin bahkan gangguan jiwa. Ditambah lagi dengan banyaknya tuntutan social, sanksi-sanksi dan tekanan social masyarakat yang mereka anggap melawan kebebasan dan ambisi mereka yang sedang menggebu-gebu.

2. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada remaja

Gangguan pengamatan dan tanggapan  itu antara lain berupa: ilusi, halusinasi, dan ganbaran semu. Tanggapan dari anak remaja bukan pencerminan realitas yang nyata melainkan pengolahan batin yang keliru sehingga menimbulkan pengertian yang salah. Hal ini disebabkan adanya harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan. Akibatnya anak remaja berubah menjadi agresif dan eksploratif dalam menghadapi berbagai macam tekanan dari luar. Maka dari itu reaksi yang diwujudkan berupa bertindak menyerang. Berkelahi dan cepat naik darah.

3. Gangguan berpikir dan intelegensi pada remaja

Anak yang cerdas pasti mampu membetulkan kekeliruan sendiri dengan jalan berfikir logis dan membedakan fantasi dengan kenyataan. Sebaliknya orang yang terganggu jiwanya akan memperalat pikiran mereka sendiri untuk membela dan membenarkan tanggapan yang salah. Akibatnya reaksi dan tingkah laku anak menjadi salah kaprah, bisa menjadi liar, tidak terkendali, selalu memakai cara keras dan perkelahian dalam menghadapi segala kejadian.

4.Gangguan perasaan atau emosional pada anak remaja

Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia. Jika semua itu terpuaskan, orang akan merasa senang dan bahagia, namun apabila keinginan dan kebutuhan tidak terpenuhi, ia akan mengalami kekecewaan dan bahkan frustasi. Maka perasaan selalu mengiringi proses ketegangan dan pemuasan kebutuhan gangguan-gangguan fungsi perasaan ini antara lain berupa:

  1. Inkontiensi emosional, yaitu tidak terkendalinya perasaan yang meletup-letup eksplosif, dan tidak bisa di kekang.
  2. Labilitas emosional, yaitu suasana hati yang terus menerus berganti dan tidak tetap.
  3. Ketidakpekaan dan menumpulnya perasaa, disebabkan karena sejak kecil anak tidak di perkenankan dengan  kasih saying, kebaikan, dan perhatian.
  4. Kecemasan, merupakan bentuk ketakutan pada hal yang tidak jelas, tidak rill, dan di rasakan sebagai ancaman yang tidak bisa di hindari.
  5. Rasa rendah diri, dapat melemahkan fungsi berfikir, intelektual, dan kemauan anak.

Factor eksternal yaiu semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak remaja, seperti kekerasan, dan perkelahian kelompok antar remaja. Faktor eksternal meliputi:

  1. Factor keluarga

Keluaraga adalah lemaga yang pertama dalam melaksanakan proses sosiaisasi pribadi anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak. Factor keluarga meliputi:

  • Rumah tangga berantakan: Perceraian mengakibatkan anak menjadi bingung dan merasa ketidak pastian emosi kemudian munculah konflik batin dan kegalauan jiwani. Anak menjadi tidak tenang, tidak betah di rumah, sedih, risau dan malu. Untuk melupakan derita batinnya ia melampiaskan kemarahannya dengan agresivitasnya keluar. Sehingga mereka menjadi nakal, urakan, brandalan, melanggar aturan dan norma serta menjadi suka berkelahi.
  • Perlindunan lebih dari orang tua: Bila orang tua terlalu memanjakan anaknya. Anaknya menjadi tergantung kepada orang tua, tidak bisa mandiri, merasa lemah, mental dan kemampuannya rapuh. Akibatnya, adakalanya anak melakukan identifikasi pada geng atau kelompoknya secara total dan secara tidak sadar hanyut terseret melakukan tindakkan ugal-ugalan dan suka berkelahi untuk menyembunyikan kekerdilan hati dan kerapuhan jiwa dalam kondisi batin putusasa.
  • Penolakan orang tua: Kehadiran anak yang tidak di kehendaki dan hanya di anggap sebagai beban akan menyebabkan timbulnya kekalutan jiwa pada diri anak. Kemudian terkikislah kemampuan mereka untuk hidup, sebagian dari mereka akan bunuh diri atau jusrtu kebalikannya, menjadi bringas agresif, penuh dendam dan kemarahan, brandalan, tingkah lakunya ekstrim dan suka berkelahi.
  • Pengaruh buruk dari orang tua: Perilaku orang tua yang criminal dan asusila dari orang tua atau salah satu anggota keluarga bisa memberikan pengaruh menular kepada anak. Akibatnya anak ikut-ikutan melakukan tindakan tersebut, menjadi sewenang-wenag, liar, buas suka menggunakan kekerasan atau perkelahian dalam menyelesaikan masalah.
  • Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan: Kondisi sekolah yang tidak memenuhi persyaratan dan suasana belajar yang tidak menyenagkan akan membuat minat belajar mereka menurun. Sehingga mereka lebih suka hal-hal non prasekolahan seperti suka membolos, mabuk-mabukan, dan tawuran.

2. Factor milielu

Milielu atau sekolah tidak terlalu baik dan menguntungkan bagi anak. Ada kalanya lingkungan di penuhi oleh orang dewasa yang kriminal, dan anti social sehingga merangsang timbul reksi emosional yang buruk pada anak yang masih labil jiwanya.

Karena jiwa remaja yang masih labil, jika mereka mendapatkan pengaruh buruk dari film biru, bacaan immoral, sadistic mereka dengan mudah akan terjangkit perilaku buruk tersebut. Lalu beroperasilah gang-gang remaja brandalan yang gagal belajar dan menyebar terror di lingkungan, selalu berbuat onar dan berkelahi sepanjang hari.

B.     Upaya menanggulangi perkelahian kelompok antar remaja

Dalam menanggulangi perkelahian kelompok antar remaja dapat dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut:

  1. Upaya preventif

Yang dimaksud dengan upaya preventif adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terrencana dan terarah untuk menjaga agar tidak terjadi perkelahian kelompok antar pelajar. Upaya preventif yang dapat dilakukan diantaranya yaitu:

a) Di dalam keluarga

  • Orang tua menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama.
  • Menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis.
  • Adanya kesamaan norma-norma yang di pegang, antara ayah, ibu, dan keluarga lainnya di dalam rumah tangga dalam mendidik anaknya.
  • Memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak-anak.
  • Memberikan pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan anak remaja.

b) Upaya sekolah

  • Guru hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid.
  • Mengintensifkan pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru yang ahli dan berwibawa serta mampu bergaul secara harmonis dengan guru yang lain
  • Melengkapi fasilitas sekolah dan membuat metode pembelajaran yang baik dan menyenagkan agar siswa betah mengikuti pelajaran di sekolah.
  • Mengintensifkan bimbingan dan konseling di sekolah dengan cara mengadakan tenaga ahli (konselor).
  • Adanya kesamaan norma-norma yang di pegang oleh guru-guru.

c) Upaya masyarakat

Menciptakan lingkungan yang aman, tenag, harmonis, gotong royog, menciptakan komunikasi/sosialisasi yang baik antar individu dalam masyarakat.

1. Upaya kuratif

Yang dimaksud upaya kuratif yaitu upaya antisipasi agar perkelahian kelompok antar remaja tidak meluas dan merugikan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

  • Upaya kuratif secara formal: memberikan hukuman bagi remaja yang melanggar aturan atau norma yang berlaku.
  • Upaya kuratif masyarakat: berorganisasi secara baik.

2. Upaya pembinaan

  • Membina mental dan kepribadian remaja.
  • Membina mental untuk menjadi warga Negara yang baik.
  • Memina kepribadian yang wajar.
  • Pembinaan ilmu pengetahuan.
  • Pembinaan bakat-bakat khusus. Misalnya anak yang suka berkelahi di arahkan unyuk mengikuti ekstra tekondo.

C.    Dampak dari perkelahian kelompok antar remaja

  1. Menimbulkan perpecahan atau hubungan yang tidak harmonis antar anggota kelompok.
  2. Menimbulkan korban jiwa dan hilangnya nyawa.
  3. Meresahkan masyarakat.
  4. Rusaknya fasilitas umum akibat dari perkelahian antar kelompok tersebut.

BAB III

PENUTUP

Simpulan  

Perkelahian kelompok antar remaja di dorong oleh kompensasi pembalasan terhadap perasaan-perasaan inferior/min-pleks, untuk kemudian di tebus dalam bentuk tingkah laku “melambung dan ngejago” guna mendapatkan perlakuan lebih terhadapnya. Terdapat dua factor yang mempengaruhi perkelahian kelompok antar remaja, diantaranya yaitu factor internal dan factor eksternal. Uapaya menanggulangi perkelahian kelompok antar remaja tersebut dapat di lakukan melalui beberapa upaya diantaranya upaya prefentif, kuratif dan pembinaan. Perkelahian kelompok antar remaja tersebut akan menimbulkan dampak negative baik untuk remaja itu sendiri maupun masyarakat.

Saran

Sebaiknya orang tua bisa memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup pada anaknya serta melakukan pengawasan yang sewajarnya, sehingga  anak mereka tidak terjrumus dalam pergaulan yang salah. Pihak sekolah dan masyarakat juga harus ikut mengawasi para remaja agar tidak terjadi perkelahian kelompok antar remaja.

 

DAFTAR PUSTAKA

Kartono, kartini. 2005. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grfindo Persada.

Sudarso. 2004. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.

Willis, sofyan S. 2010. Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Maraknya Perangkat TIK yang sering dipakai oleh Siswa

Perangkat TIK (teknologi Informasi dan Komunikasi) yang sering digunakan oleh siswa diantaranya yaitu HP, komputer, laptop dan televisi. Perangkat ini sangat menunjang proses belajar siswa.

  1. HP (Hand-Phone)

sekarang ini HP seolah telah menjadi kebutuhan primer. Tidak hanya orang dewasa atau orang yang sudah bekerja saja yang membutuhkan HP, namun para siswa (pelajar) sekarang juga sangat membutuhkan HP.  HP saat ini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi yang efektif, namun  HP kini juga sudah menjadi bagian dari gaya hidup, penampilan,  tren,  dan prestise (gengsi). Teknologi dari alat komunikasi ini semakin lama semakin maju. Mulai dari ukuran hingga bentuk HP pun semakin hari semakin kecil dan menarik. Tidak hanya itu, fitur-fitur atau aplikasi yang ditawarkan pun semakin beragam. Kini HP sudah dilengkapi dengan kamera digital, video, radio FM, pemutar MP3, TV dan berbagai game yang  menarik.  Jadi HP tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi seperti melakukan dan menerima panggilan telepon dan pengiriman serta penerimaan pesan singkat (short message service; SMS). Biasanya HP yang lebih mahal  harganya juga sering menambahkan fitur layanan seperti multimedia message service (MMS) dan internet (WAP, GPRS, 3G). selain itu HP juga bisa digunakan untuk menghibur baik dengan suara, tulisan, gambar, musik, maupun video bahkan televisi melalui HP. Selain itu saat ini HP juga bisa digunakan untuk internetan, hal ini tentu sangat menunjang proses belajar siswa. Dimanapun dan kapanpun siswa dapat belajar tanpa membawa buku, hanya dengan melalui internet lewat HP siswa dapat memperoleh berbagai materi pelajaran dan informasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Namun HP ini juga memiliki dampak yang negatif bagi siswa, dengan banyaknya fitur-fitur atau aplikasi menarik yang ditawarkan melalui HP. Siswa menjadi malas belajar dan lebih sering bermain game di HP, sering smsan, chattingan, facebookan melalui HP yang dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa. Selain itu dengan mudahnya akses internet dan banyaknya informasi dari internet yang dimuat secara bebas termasuk situs-situs porno serta  lemahnya kontrol orangtua terhadap anak, maka anak dapat dengan mudah mengakses situs-situs pornografi melalui HP mereka.

Untuk meminimalisir dampak negatif dari penggunaan HP maka peran orangtua sangatlah penting. Sebaiknya orangtua membelikan HP anaknya yang sesuai dengan usia anak tersebut. Selain itu orangtua juga harus turut mengawasi dan membatasi penggunaan HP anaknya setidaknya dengan mengecek HP anaknya sewaktu-waktu terutama pada siswa SD, karena saat ini banyak siswa SD yang sudah memiliki HP yang yang canggih dengan fitur-fitur atau aplikasi yang lengkap dimana mereka dapat dengan leluasa membuka situs-situs porno melalui HPnya. Selain itu orangtua siswa juga harus memberikan nasihat dan pemahaman kepada siswa mengenai situs-situs apa saja yang tidak boleh dibuka oleh siswa dan memberikan penjelasan alasan mereka tidak boleh membuka situs itu. Tidak hanya orangtua, sekolah sebaiknya juga melakukan pengawasan terhadap siswa, dengan melakukan operasi atau pengecekkan HP siswa secara mendadak.

2. Komputer

Komputer saat ini telah merambah ke berbagai sektor dalam kehidupan kita, tidak saja digunakan oleh orang kantoran, akademisi dan mahasiswa, namun anak-anakpun sekarang sudah terbiasa dengan komputer. Komputer ini sangat menunjang proses belajar siswa, karena dengan komputer siswa juga bisa belajar dengan menggunakan berbagai media yang menarik, baik melalui PPT, gambar, maupun film. Selain itu melalui komputer siswa yang telah dihubungkan dengan internet siswa dapat mendapatkan berbagai informasi dan pengetahuan melalui berbagai sumber baik  dalam bentuk  e-book, artikel, modul pembelajaran, makalah dan lain-lain dapat diakses oleh siswa melalui komputer. Tidak hanya informasi dalam negeri saja, tetapi siswa juga dapat mengetahui berbagai informasi dari luar negeri. Tidak hanya itu dalam komputer juga tersedia berbagai macam aplikasi seperti game, webcame, kamus, aplikasi edit foto serta film dan sebagainya. Sehingga tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa, namun penggunaan komputer juga dapat membantu meningkatkan kreativitas siswa, misalnya dengan menggunakan komputer untuk membuat animasi, mengedit foto, membuat brosur, dan lain-lain.

Namun disamping banyaknya manfaat yang diperoleh dari komputer, dampak negatif yang ditumbulkan dari penggunaan komputer ini diantaranya yaitu siswa sering bermain game terlalu lama hingga lupa belajar, siswa bisa kecanduan bermain game di komputer, selain itu penggunaan komputer yang di hubungkan dengan internet akan membuat siswa dengan mudah dan leluasa mengakses, menonton ataupun mendownlod situs-situs porno karena di internet semua itu bisa di dapatkan secara bebas. Sehingga sangat diperlukan kontrol dari orangtua dalam penggunaan komputer dan internet, selain itu orangtua siswa juga harus membatasi penggunaan komputer atau internet siswa dengan sebaik mungkin supaya siswa tidak lupa untuk belajar.

3. Laptop

Kegunaan laptop sama dengan komputer namun perbedaannya dengan komputer selain lebih ringan, mudah dibawa kemana-mana dan terintegrasi langsung dengan monitor, keyboard, mouse pad/trackbal, processor, harrdisk, memory dan peripheral lainnya, ukurannya lebih kecil dan praktis.

4. Televisi (TV)

Televisi (TV) merupakan media komunikasi yang sangat populer. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa banyak yang suka menonton televisi. Televisi telah memberikan begitu banyak informasi kepada kita. Beragam stasiun televisi yang ada saat ini dengan beraneka program siaran yang disajikan, telah menjadikan televisi sebagai sumber segala informasi, berita, dan juga hiburan. Melalui televisi kita mendapatkan informasi tidak hanya dengan mendengar namun dapat melihat langsung fenonena atau peristiwa yang terjadi sehingga dapat lebih memahami informasi yang kita terima.

Hal ini sangat baik bagi siswa apabila siswa melihat tayangan televisi edukasi dimana siswa dapat belajar dan menyerap berbagai informasi yang bermanfaat baginya. Selain itu dengan melihat acara televisi seperti kartun, acara komedi yang cocok dengan siswa atau acara televisi yang menampilkan berbagai macam bakat akan menghibur siswa dan memberikan pandangan yang positif bagi siswa.

Namun dampak negatif yang ditimbulkan dari tayangan televisi ini, tidak semua tayangan televisi cocok ditonton oleh siswa dan dapat memberikan contoh yang baik bagi siswa. Ada juga tayangan televisi yang tidak cocok ditonton oleh siswa karena memberikan contoh yang tidak baik bagi siswa. Maka dari itu orangtua siswa harus pintar-pintar memilih tayangan televisi (acara) yang baik dan cocok bagi siswa.